Review Pendekar Tongkat Emas, Film yang Tampilkan Keindahan 'Wajah' Indonesia


Akhir pekan lalu (20/12/2014) saya telah menyaksikan film bertajuk Pendekar Tongkat Emas, film yang diproduksi atas kerjasama Miles Film dan KG Studio di mana film ini disutradarai oleh Ifa Isfansyah dan telah di tayangkan di bioskop Tanah Air mulai 18 Desember 2014.

Diproduseri oleh Mira Lesmana dan Riri Riza, Pendekar Tongkat Emas berkisah tentang kejamnya kehidupan dunia persilatan, perebutan kekuasaan, menjadi yang terkuat serta paling ditakuti.

Kisah penuh drama

Kisah pada film yang dibintangi oleh Reza Rahadian sebagai Biru dan Tara Basro sebagai Gerhana ini diwarnai oleh drama, pertarungan dan pembunuhan di mana drama yang disuguhkan semakin apik  dengan tambahan bumbu pengkhianatan mereka ke sang guru, Pendekar Tongkat Emas, Cempaka.

Hanya saja, kisah pada film ini terlalu mudah ditebak, sehingga terasa datar. Untunglah pemandangan lingkungan yang ditampilkan pada film yang menghabiskan biaya produksi hingga 25 miliar Rupiah ini sangat indah sehingga dapat menambal kekurangan yang ada dari segi cerita di mana dengan pengambilan sudut pandang kamera yang baik, membuat tampilan dalam setiap adegan jadi sangat berarti.

Keindahan alam

Di sela-sela cerita, hadir pula wajah-wajah pribumi dari lokasi syuting, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang membuat penceritaan kisah Pendekar Tongkat Emas terasa lebih berbaur dengan tradisi dan kearifan lokal. Dan tidak ketinggalan juga keramahan warga yang menampilkan 'wajah' Indonesia yang seharusnya, keindahan alami yang belum tercemar oleh modernisasi pengaruh  bisnis yang merusak lingkungan.

Hal yang menjadi fokus saya adalah gerakan silat dan pertarungan antar pesilat dengan koreo grafis yang luar biasa. Sayangnya, penghayatan dari masing-masing pemain saat bertarung saya rasa kurang terasa dan kurang dramatis. Kecuali Reza Rahadian, aktingnya paling oke di antara pemain lainnya serta guru besar dari Perguruan Sayap Merah (Whani Darmawan) yang mana gerakan silatnya sangat meyakinkan.

Kurang menghayati

Saya pun merasa pihak protagonis pada film ini, khususnya Merah (Eva Celia) kurang menampilkan sosok kepahlawanan. Ia memilih merebut Tongkat Emas tanpa adanya diplomasi lebih dahulu, yah sekedar basa basi sebelum melakukan serangan dan pembunuhan kepada lawan nampaknya akan lebih dramatis dan menunjukkan bahwa ia merupakan jagoan sesungguhnya.

Selain itu, rencana pembuhunah yang dilakukan dari Biru dan Gerhana terhadap Cempaka dan guru besar Perguruan Sayap Merah terlalu mulus, tidak ada kendala atau cacat sedikit pun sehingga membuat kisah dalam film ini semakin datar, kurang menimbulkan rasa penasaran.

***

Secara keseluruhan sih saya rasa film ini luar biasa, khususya dari pemandangan alamnya. jarang banget saya lihat di Indonesia ini ada film yang menyuguhkan keindahan alam di pedalaman, jernihnya air di sungai, tebing di pinggir pantai dan padnag rumput yang luas.

Saya hanya berharap kedepannya lebih banyak film berkualitas seperti ini diproduksi oleh para sineas Indonesia berbakat. Bukan hanya mengejar materi dan popularitas, tapi menampilkan 'wajah' Indonesia yang belum terjamah oleh film lainnya, sehingga pandangan masyarakat dunia, khususnya bangsa sendiri lebih baik terhadap Indonesia.

Skor 8/10

Komentar